GpCiGfr6TfrlGSOlTUY9TpA6GY==
Light Dark
Kriminalisasi 14 Warga Maba: Dugaan Kolusi PT STS dan Aparat, Cermin Gagalnya Negara Lindungi Masyarakat Adat

Kriminalisasi 14 Warga Maba: Dugaan Kolusi PT STS dan Aparat, Cermin Gagalnya Negara Lindungi Masyarakat Adat

Daftar Isi
×



SELAKSA.ID— Aksi penolakan terhadap aktivitas tambang nikel PT Sambaki Tambang Sentosa (STS) di wilayah adat Wayamli, Kecamatan Maba dan Maba Tengah, Halmahera Timur, Maluku Utara, kembali direspons dengan kriminalisasi oleh aparat kepolisian.

Sebanyak 14 warga dari empat desa—Yawanli, Babasaram, Beringin Lamo, dan Wayamli—menerima surat panggilan klarifikasi dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Maluku Utara pada 10 Mei 2025.

Panggilan itu didasarkan pada laporan External Officer PT STS, Kukuh Kurniawan Hermanto, yang menuduh warga membawa senjata tajam, melakukan penghasutan, perampasan, serta tindakan tidak menyenangkan saat aksi pada 21 April 2025. Tiga hari setelah aksi tersebut, Polda Maluku Utara menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: SP.Lidik/73.a/IV/2025/Ditreskrimum.

Padahal, aksi warga merupakan bentuk perlawanan terhadap operasi PT STS yang telah menyerobot lebih dari 25 hektare wilayah adat dan merusak kebun kelapa, kawasan hutan, serta sumber air bersih tanpa persetujuan masyarakat. Analisis citra satelit menunjukkan, aktivitas PT STS telah menyebabkan deforestasi seluas 482,86 hektare di wilayah Wayamli.

Peristiwa represif terjadi saat 13 warga adat Wayamli melakukan pengecekan ke lokasi tambang pada 21 April 2025, setelah mendapat informasi perusahaan kembali beroperasi. Aparat datang dan memaksa warga pulang. Sebagian bahkan diborgol secara paksa, tindakan yang dinilai berlebihan dan intimidatif.

Puncaknya terjadi pada 28 April 2025 ketika sekitar 300 warga Maba Tengah melakukan aksi protes damai di kantor perwakilan PT STS di Desa Baburino.

Namun, unjuk rasa tersebut dibubarkan secara brutal oleh aparat gabungan dari Polres Halmahera Timur dan Brimob, yang menembakkan gas air mata tanpa peringatan. Tiga warga mengalami luka dan sejumlah ibu-ibu serta anak-anak mengalami trauma berat.

Satu hari setelah aksi itu, sebanyak 20 warga yang ikut aksi kembali menerima surat panggilan dari Ditreskrimsus Polda Maluku Utara.

Koalisi masyarakat sipil mengecam keras tindakan aparat yang dinilai berpihak pada kepentingan korporasi alih-alih melindungi hak masyarakat adat. Tindakan ini dianggap sebagai bentuk sistematis untuk membungkam suara-suara penolakan terhadap perampasan wilayah adat.

Tuntutan Masyarakat dan Organisasi Sipil:

  1. Mabes Polri segera menghentikan kriminalisasi terhadap 14 warga Maba Tengah dan lainnya yang menolak tambang.
  2. Mabes Polri mengusut dugaan kolusi aparat dengan pihak perusahaan tambang.
  3. Proses hukum terhadap dugaan kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh PT STS.
  4. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan segera mengevaluasi dan mencabut izin lingkungan PT STS.
  5. Kementerian Kelautan dan Perikanan menolak penerbitan KKPRL untuk jetty PT STS di Memeli karena bertentangan dengan RTRW Halmahera Timur.
  6. Kementerian ESDM menghentikan seluruh kegiatan tambang PT STS dan mengaudit legalitas konsesi perusahaan tersebut.

Kasus ini kembali menegaskan bahwa masyarakat adat masih menjadi kelompok yang paling rentan terhadap praktik eksploitasi dan kekerasan struktural yang dilegitimasi oleh kekuasaan dan modal.

header ads